KESETARAAN NAFKAH SEBAGAI SYARAT TERJADINYA PERCERAIAN PERSPEKTIF ABU HANIFAH DALAM KITAB TABYĪN AL-HAQĀ’IQ

Anto, Ramdhani (2023) KESETARAAN NAFKAH SEBAGAI SYARAT TERJADINYA PERCERAIAN PERSPEKTIF ABU HANIFAH DALAM KITAB TABYĪN AL-HAQĀ’IQ. Undergraduate (S1) thesis, UIT Tribakti.

[img] Text
ANTO RAMDHANI (AS)-1-12.pdf

Download (228kB)
[img] Text
ANTO RAMDHANI (AS)-13-36.pdf

Download (393kB)
[img] Text
ANTO RAMDHANI (AS)-37-50.pdf

Download (241kB)
[img] Text
ANTO RAMDHANI (AS)-51-56.pdf

Download (227kB)
[img] Text
ANTO RAMDHANI (AS)-57-70.pdf
Restricted to Registered users only

Download (247kB)
[img] Text
ANTO RAMDHANI (AS)-71-82.pdf

Download (471kB)

Abstract

Pengkajian ini dilatar belakangi karena suami wajib memberi nafkah, jika suami tidak mampu maka istri berhak meminta pembatalan pernikahan (Menggugat Cerai). Sedangkan Abu Hanifah berpendapat tidak berhak meminta pembatalan pernikahan, akan tetapi hendaknya istri diberi kesempatan untuk mencari penghidupan untuk memenuhi kebutan nafkah. Sehingga penulis merasa perlu untuk melakukan kajian lebih lanjut. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemikiran Abu Hanifah mengenai kesetaraan nafkah sebagai syarat terjadinya perceraian. Kesimpulan dari tulisan ini ialah seorang suami tidak dapat memberikan nafkah karena miskin atau tidak mampu memberi nafkah, maka istri tidak boleh menggunakan hak fasakh untuk mengajukan cerai gugat terhadap suaminya, pendapat ini realistis, mengedepankan moral serta selaras dengan tujuan mulia pernikahan yaitu membentuk keluarga yang bahagia, kekal, sakinah mawaddah warahmah. Abu Hanifah menyebutkan bahwa ketidak cukupan nafkah tidak serta merta membenarkan alasan seorang istri untuk berpisah, tetapi Hanafiyah lebih memilih tidak cukupnya nafkah sebagai bentuk kesabaran seorang istri atas suaminya dan menurut Abu hanifah ada opsi lain agar hubungan pernikahan itu tetap dapat berlanjut, karena ibadah yang begitu agung di dalamnya dan pasti ada faktor yang dirugikan baik salah satu pihak dan anak keturunanya, Opsi itu ialah suami berutang kepada istri atau istri dipinta untuk bekerja memenuhi nafkah keluarga sehingga terjadilah kesetaraan pemenuhan nafkah keluarga oleh keduanya (suami dan istri). Instinbat hukum yang menjadi alasan dari pemikiran Abu Hanifah ini adalah al-Qur’an surah al-Talaq ayat 7 dan di dalam hadis bahwa sahabatsahabat Nabi SAW ada yang kaya dan ada yang miskin tetapi tidak pernah meriwayatkan ada seseorag yang diceraikan karena kemelaratan dan kemiskinannya. Karena itulah tidak etis dan tidak rasional seorang istri menggugat cerai suaminya hanya karena kemiskinan suami. Pendapat Abu Hanifah ini sesuai dengan hukum islam yang digali dari berbagai dalil dengan metode istinbath yang Abu hanifah tetapkan. Akan tetapi pendapat ini kurang tepat jika diberlakukan di Indonesia, mengingat ada perjanjian yang diucapkan oleh suami ketika telah melakukan Ijab qobul pada akad pernikahan. Sehingga aturan fasakh yang diambil oleh istri secara tidak langsung telah disetujui oleh sang suami. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut penulis analisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Subjects: 200 – Agama > 200 Agama > 200 Agama
Divisions: Fakultas Syariah > Hukum Keluarga
Depositing User: Kanzul fik 2023 uit
Date Deposited: 12 Aug 2024 02:44
Last Modified: 12 Aug 2024 02:44
URI: http://repo.uit-lirboyo.ac.id/id/eprint/2040

Actions (login required)

View Item View Item